Rabu, 04 November 2015

hubungan fotografi dalam kajian sejarah



HUBUNGAN FOTOGRAFI DALAM KAJIAN SEJARAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Fotografi dan Cinematografi



 


Dosen Pengampu :
Dra. Lailatul Huda, M.Hum


Disusun Oleh :
                                    Anwar Dwi  Saputra                    : A22212169




JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN  ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua aspek kehidupan kita bersentuhan dengan dunia fotografi. Bayangkan jika dalam kehidupan sosial kita tidak ada fotografi, kita tidak akan mempunyai foto id di ktp atau paspor, tidak ada dokumentasi perjalanan, tidak ada X-rays untuk keperluan medis, tidak ada gambar mengenai berbagai even atau orang-orang dibelahan dunia lain, dan bagi masing-masing individu, sesuatu yang berharga sebagai dokumentasi kehidupan kita tidak akan pernah terdokumentasi dan tersimpan. Begitu besar dampak yang diberikan melalui fotografi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi yang bersentuhan dengan fotografi juga memberikan dampak yang luas bagi masyarakat di masa lalu, sekarang dan yang akan datang.[1]
Fotografi juga berperan dalam perubahan sosial[2], dengan mengedepankan pesan yang disampaikan, historis dan penunjang akademis, jadi fotografi memiliki kepentingan dan maksud. Seperti menyatakan informasi atau perubahan. Dengan fotografi kita bisa menggambarkan sebuah fakta aktual beserta peristiwanya. Contohnya adalah foto dokumenter atau arsip media baru. Masyarakat biasa pun bisa membuat bahkan bisa mengirimnya ke media. Sepanjang foto memenuhi kaidah sejarah dan memang layak untuk dimuat sebagai foto berita. Dalam hal ini kita bisa menggunakan fotografi untuk membuat atau memunculkan opini publik, bahkan dari hasil jepretan lensa ini banyak peristiwa yang dapat berbicara dan menimbulkan perubahan. Hal tersebut pernah dilakukan oleh salah seorang fotografer terkenal yaitu Jacob Rib, dia mendokumetasikan kehidupan brutal daerah kumuh New york pada tahun 1894. Juga pernah dilakukan oleh Lewis Hine yang mendokumetasikan lima ribu foto tentang buruh anak pada tahun 1908 sampai dengan 1921 untuk komite buruh anak nasional. Beliau juga melakukan dokumentasi terhadap jari tangan anak yang terpotong dan anak-anak yang harus tidur disekolah karena harus bekerja lembur. Hal itu semua merupakan sebuah bentuk keperdulian sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hubungan Fotografi dengan Sejarah
Fotografi adalah sebuah teknik dalam melukiskan sebuah peristiwa, kejadian, dan hal-hal yang menarik menggunakan media cahaya untuk memproses semuanya. Fotografi berasal dari bahasa yunani yaitu “fos” yang artinya cahaya dan “grafi” yang artinya melukis atau memfoto. Objek fotografi pertama kali dibuat oleh Joseph Nicephore Niepce dengan teknik fotoheliografi yang menjadi objeknya Paus Pius pada tahun 1822 yang berkembang sampai sekarang. Fotografi tidak hanya untuk memfoto objek yang dapat menciptakan keindahan saja namun juga dapat sebagai dokumentasi yang dapat menjadi sebuah sumber sejarah.[3]
Di dalam sebuah penelitian sejarah mempunyai beberapa sumber untuk membuktikan bahwa sebuah sejarah tersebut benar yaitu dengan bukti tertulis dan non-tertulis. Bukti non-tertulis ini ada beberapa macam yaitu gedung, film, foto, dan lain-lain yang dapat dijadikan sebuah fakta untuk meneliti sebuah sejarah. Bukti atau foto sejarah ini menjadi suatu yang sangat vital dalam mengungkapkan sebuah peristiwa sejarah sehingga dapat memudahkan seorang sejarawan untuk mengetahui kondisi dari sebuah peristiwa tersebut sehingga dia dapat menetapkan bahwa di dalam peristiwa tersebut sedang dalam keadaan panik, gembira, ataupun sedih.
Fotografi digunakan untuk mengandung nilai informasi yang terkandung dalam setiap foto tidaklah sama, walaupun obyek sasaran yang terekam didalam dua foto adalah sama, namun makna informasi yang terkandung didalamnya mungkin berbeda. Alfred Eisentased, fotografer terkenal dari majalah LIFE mengatakan bahwa foto yang baik dan yang mempunyai nilai informasi yang kuat, adalah foto yang memuat rekaman suatu fakta dan dapat menginformasikan secara jelas dan tuntas tentang fakta itu sendiri. Dari penjelasan ini dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa foto yang baik adalah foto yang mengandung informasi tentang peristiwa/fakta yang terekam dalam foto. Dengan demikian apabila kita merekam obyek sasaran tentang kecelakaan lalulintas, atau kebakaran pasar, atau keindahan pantai Sanur di Bali, atau kehidupan nelayan di pagi hari, maka rekaman fakta tersebut harus memuat informasi terkuat tentang obyek sasaran tersebut.

B.     Memahami Foto Sebagai Arsip
Foto dikenal sebagai media ekspresi seni[4]. Fotografer umumnya akan membuat foto yang artistik baik dalam tema maupun cara yang dilakukan. Sebagai contoh foto tentang obyek bergerak. Tanpa teknik dan peralatan tertentu, obyek yang elas dari jarakjauh belum tentu dapat diperoleh. Dalam hal ini penggunaan lensa zoom dan tele mutlak digunakan. Foto mendokumentasi suatu kejadian/kegiatan pada masanya untuk tujuan tertentu. Selama ini orang lebih mengenal arsip dalam bentuk tekstual. Kenyataannya ada bentuk lain yang juga dihasilkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan maupun kehidupan kebangsaan, yaitu arsip foto. Arsip foto adalah sekumpulan foto yang informasinya meliputi visualisasi kegiatan sesaat, rneliputi positif dan negatif yang diperoleh melalui proses fotografi dan berhubungan dengan arsip tekstual.
Arsip pada dasarnya dapat di kelompokkan menjadi dua bagian besar,[5] jenis pertama yaitu arsip berbasiskan kertas disebut dengan arsip konvensional. Jenis ke dua yaitu arsip yang berbasiskan non kertas disebut dengan arsip media baru yaitu arsip yang berisi suatu informasi yang direkam dalam bentuk elektronik yang menggunakan peralatan khusus yang salah satunya ialah gambar atau dokumen dari hasil fotografi suatu peristiwa.
Arsip foto merupakan bagian dari arsip audio-visual yaitu arsip yang informasinya berupa citra diam
 (still visuals). Arsip foto merupakan arsip yang lahir dari hasil pemotretan baik berupa negative film, foto digital, maupun gambar positif atau hasil cetak/print/afdruk yang layak simpan.[6]
Antara arsip foto positif dengan foto negatif baik yang berbentuk klise maupun VCD memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka pengolahan dan pengolahannyapun juga berbeda disesuaikan dengan sifat dan bentuk bahan/media.
Sebagaimana jenis arsip yang lain, keberadaan arsip foto juga berawal dari penciptaan kemudian penggunaan dan pemeliharaan, dan setelah arsip tersebut jarang digunakan untuk kepentingan operasional organisasi perlu dipindahkan ke unit yang berwenang yang selanjutnya dilakukan penilaian apakah arsip tersebut masih memiliki nilai guna yang perlu dilestarikan untuk berbagai keperluan atau harus dimusnahkan.

C.    Pengelolaan arsip foto
Pengelolaan arsip foto terdiri dari foto positif maupun negative foto baik dalam bentuk klise maupun VCD yang meliputi :[7]
1.      penciptaan,
2.      penataan,
3.      pemeliharaan,
4.      penyusutan, dan
5.      pelayanan atau penyajian.

Khusus untuk arsip foto yang sudah memasuki masa inaktif terlebih dahulu dilakukan pengolahan yang meliputi beberapa tahapan yaitu survey, seleksi, pendiskripsian, penyusunan skema, penomoran, penyimpanan dalam amplop, penataan dalam kotak arsip foto, dan penyusunan dalam arsip foto.

D.    Hubungan Arsip Dengan Sejarah
Arsip adalah kumpulan naskah, dokumen, buku, film, foto, data digital, gambar peta, bagan dan dokumen-dokumen lainnya yang disimpan oleh pribadi, organisasi atau instansi pemerintahan, serta arsip merupakan hasil dari aktifitas oleh organisai atau individu. Arsip juga mempunyai ruangan penyimpanan arsip. arsiparis adalah orang yang mengatur arsip. Arsip mempunyai lembaga yang menanganinya, ada di pusat, daerah provinsi, daerah kota/kabupaten. Istilah arsip; arsip dinamis, arsip statis, arsip vital, arsip aktif, dan arsip inaktif.[8]

Hubungannya antara arsip dan sejarah adalah berada pada ilmunya, Arsip
merupakan cabang ilmu dari sejarah karena di sejarah ilmu arsip berada lalu diperluas menjadi ilmu arsip sendiri yang sekarang dikenal menjadi kearsipan. Arsip juga memperkuat ingatan sejarah. Di sejarah, arsip merupakan hasil dari sejarah tersebut dan arsip menjadi hasil utama yang dapat dipertanggungjawabkan kelak nanti, lalu hubungan yang lebih pentingnya adalah arsip menjadi ilmu khusus dari sejarah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Fotografi adalah sebuah teknik dalam melukiskan sebuah peristiwa, kejadian, dan hal-hal yang menarik menggunakan media cahaya untuk memproses semuanya.
Foto sendiri merupakan hasil dari suatu peristiwa sejarah, yang mana bisa kita sebut sebagai arsip media baru. Dan arsip media baru sendiri merupakan suatu sumber primer dalam suatu penelitian sejarah. Dalam hal inilah fotografi sangat berhubungan dalam kajian sejarah.
Arsip sendiri pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua bagian besar, jenis pertama yaitu arsip berbasiskan kertas disebut dengan arsip konvensional. Jenis ke dua yaitu arsip yang berbasiskan non kertas disebut dengan arsip media baru yaitu arsip yang berisi suatu informasi yang direkam dalam bentuk elektronik yang menggunakan peralatan khusus yang salah satunya ialah gambar atau dokumen dari hasil fotografi suatu peristiwa.
Hubungan arsip dengan sejarah terkait dengan ilmunya. Arsip diperluas lagi menjadi sebuah ilmu, yakni kearsipan. Didalam sejarah, arsip sebagai hasil suatu peristiwa sejarah tersebut. Oleh karena itu, arsip dijadikan ilmu khusus didalam sejarah.















DAFTAR PUSTAKA

Kartikaningsih, Esthi 2003,  Memahami Foto Sebagai Arsip,  Suara badar III/. Hal. 38

Rosyid Budiman, Muhammad. 2009 , Dasar Pengelolaan Arsip Elektronik, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY.

Rusidi, 2009 , Pengelolaan Arsip Foto, Arsiparis BPAD Provinsi DIY. Hal. 1 & 2

Niyu, 05 Februari 2015 , Fotografi dari Analog menuju Digital, Komunikasi, http://komunikasi.us/index.php/course/15-komunikasi-teknologi-dan-masyarakat/2723-fotografi-dari-analog-menuju-digital-dan-dampaknya-pada-masyarakat.html  di akses pada tanggal 2 april 2015

Dwi Saputra, Anwar. 8 april 2015 , Peranan Fotografi dalam Kehidupan, Uinsa National Geographic, https://www.facebook.com/groups/uinsa.fotografi/permalink/1634676390086744/ di akses pada tanggal 8 april 2015

Narsoe, 9 april 2005, Fotografi Sebagai Media Informasi Dalam Komunikasi, Narsoe, diakses dari http://narsoe.blogspot.com/2005/04/fotografi-sebagai-media-informasi.html pada tanggal 27 maret 2015

Lyuzz,Verry. 14 oktober 2011,  Hubungan antara Arsip dengan Sejarah, Arsip Ilmu, http://arsipilmu04936.blogspot.com/2011/10/hubungannya-antara-arsip-dan-sejarah.html di akses pada tanggal 28 maret 2015




[1] Niyu, “Fotografi dari Analog Menuju Digital”, Komunikasi, di akses dari http://komunikasi.us/index.php/course/15-komunikasi-teknologi-dan-masyarakat/2723-fotografi-dari-analog-menuju-digital-dan-dampaknya-pada-masyarakat.html  pada tanggal 2 april 2015
[2] Anwar Dwi Saputra, “Peranan Fotografi dalam Kehidupan”, Uinsa National Geographic, di akses dari https://www.facebook.com/groups/uinsa.fotografi/permalink/1634676390086744/ pada tanggal 8 april 2015
[3] Narsoe, “Fotografi Sebagai Media Informasi Dalam Komunikasi”, Narsoe, diakses dari http://narsoe.blogspot.com/2005/04/fotografi-sebagai-media-informasi.html pada tanggal 27 maret 2015
[4] Esthi Kartikaningsih, “Memahami Foto Sebagai Arsip”,  Suara Badar III/ 2003. Hal. 38
[5] Muhammad Rosyid Budiman, “Dasar Pengelolaan Arsip Elektronik”, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY / 2009.
[6] Rusidi, “Pengelolaan Arsip Foto”, Arsiparis BPAD Provinsi DIY / 2009. Hal. 1
[7] Rusidi, “Pengelolaan Arsip Foto”, Arsiparis BPAD Provinsi DIY / 2009. Hal. 2
[8] Verry Lyuzz, “Hubungan Antara Arsip Dengan Sejarah”, Arsip Ilmu, di akses dari http://arsipilmu04936.blogspot.com/2011/10/hubungannya-antara-arsip-dan-sejarah.html pada tanggal 28 maret 2015




Tidak ada komentar:

Posting Komentar