Selasa, 11 November 2014

pandangan karl marx tentang gerak sejarah

PANDANGAN KARL MARX TENTANG GERAK SEJARAH

Dosen Pengampu:
Drs. H. Nur Rokhim, M.Fil.I






DISUSUN OLEH:
ANWAR DWI SAPUTRA    (A22212169)



JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014



A.     Pendahuluan
Sejarah akan berbeda sekarang ini tanpa Karl Marx. Demikian salah satu kesimpulan Franz Magnis Suseno mengenai pemikiran Karl Marx.[1] Tidak mengherankan jika Michael Hart meletakkan Karl Max di tempat yang tinggi dalam susunan Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam sejarah. Pada masa jayanya, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3 milyar. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah manusia.[2]
Pengaruh pemikiran Karl Marx tidak bisa diragukan lagi dalam sejarah perjalanan dunia ini. Marx tidak hanya merangsang perubahan cara berpikir, akan tetapi juga mengubah cara manusia bertindak. Seperti dikatakan Marx sendiri, “Para filosof hanya menginterpretasikan dunia dalam berbagai cara; masalahnya adalah bagaimana mengubah dunia.” Hal inilah yang kemudian membedakan Marx dari filosof lain, misalnya, Auguste Comte atau Martin Heidegger, bahkan David Hume yang hanya sanggup mengubah cara manusia berfikir. Meskipun tidak bisa dipungkiri juga bahwa perubahan pemikiran ini berdampak pada kehidupan masyarakat luas, namun efeknya tidak sebesar Karl Marx. Filsafat Marx lebih diletakkan untuk mengubah dunia. Bahkan sebagai ideologi, “Marxisme” menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan dalam abad ke-20 yang mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial.[3]


B.     Karl Marx
Marxisme berasal dari nama seseorang, yaitu Karl Marx yang berarti paham Karl Marx. Ia seorang revolusioner yang memiliki  tujuan besar dalam hidupnya, yaitu memberikan sumbangan pemikiran dan gerakan dalam menghancurkan masyarakat kapitalis dan lembaga-lembaga Negara yang telah diciptakan masyarakat.  Marx lahir pada 5 mei 1818 di Trier di Rheinland Jerman, sebagai anak dari seorang ahli hukum yang kaya[4]. Ayahnya bernama Heinrich Marx, sementara ibunya adalah putri seorang pendeta Belanda yang juga berbangsa Yahudi. Tahun 1841, Marx mengakhiri studinya di Universitas Berlin dengan disertasi yang berjudul “On The Differences Between The Natural Philoshopy of Democritus and Epicurus”[5]. Marx adalah tokoh filsafat pada abad modern yang sebagian penulis menyebutnya berada pada zaman filsafat romantic, pelanjut Hegel (1770-1831). Marx muda belajar ilmu-ilmu hukum dan filsafat di Born dan Berlin, dengan cita-cita akhirnya mencapai kedudukan seorang guru besar. Akan tetapi, pendiriannya yang semakin lama semakin bertentangan dengan paham kuno telah menutup pintu baginya untuk memperoleh jabatan tersebut.
Aliran Marxisme termasuk dalam aliran realisme yang pada masa sekarang mempunyai macam-macam corak. Akan tetapi sikapnya sama, yaitu menentang filsafat idealisme rasionalisme dan mengarahkan perhatiannya pada pembahasan wujud nyata serta pertalian manusia dengan wujud nyata serta pertalian manusia dengan semesta ini. Untuk membedakan dengan aliran-aliran realisme lain, aliran marxisme disebut dengan nama aliran realisme materialism (al-waqiiyah al- madiiyah). Aliran ini menganggap bahwa wujud semua yang ada mendahului adanya zat (subjek) yang mengetahuinya. Pikiran, menurut pendapatnya adalah hasil alam materi semata-mata atau pantulannya. Dengan kata lain, pikiran merupakan salah satu gejala benda, dan benda itu mengalami pertumbuhan yang terwujud dalam pertentangan antarlawan. Pertentangan itu yang biasanya disebut dialektika dalam filsafat marxisme. Aliran marxisme mewakili paham sosialisme yang paling maju, yang dasara utamanya adalah memerangi kapitalisme. Sebab menurut mereka apabila kapitalisme dapat dihapuskan, paham komunise akan mudah diwujudkan. Karl Marx pun mempunyai kedudukan utama karena ia adalah orang yang pertama-tama membentuk paham komunis bagi suatu teori filsafat yang tersusun rapi[6].
Namun Karl Marx juga berpendapat bahwa tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. Hidup manusia itu ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dari segala hasil tindakannya: ilmu, seni, agama, kesusilaan, hukum, politik semuanya itu hanya endapan dari keadaan itu, sedangkan keadaan itu sendiri ditentukan benar-benar dalam sejarah[7].

C.     Tiga Sumber Filsafat Marx
Semua penulis tentang Marx sepakat bahwa ia dipengaruhi oleh tiga komponen penting dari pemikiran yang paling maju pada masanya, yaitu filsafat klasik Jerman, sosialisme Prancis, dan ekonomi Inggris. Marx adalah orang yang paling reduksionis dalam melihat kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan itu digerakkan oleh motif ekonomi. Dalam filsafat ia, orang yang beraliran bahwa manusia itu makhluk ekonomi: homo economicus. Hubungan antar manusia menurutnya pada pokoknya adalah hubungan ekonomi (tepatnyan hubungan produksi). Dalam hubungan ini marx selalu melihat ada yang tertindas dalam sejarah manusia. Ada dua posisi ang saling bertentangan (bipolar opposition), yaitu majikan-budak, pemilik tanah-penggarap, dan seterusnya. Hal itu berlanjut sampai di hari kehidupannya ketika demam kapitalisme industrial merambah eropa, yaitu kaum borjuis dan kaum proletar[8].
Pertama, Marx adalah orang yang diilhami oleh industrialisme awal inggris, yang menyengsarakan kaum proletar. Seperti Charles Dickens, Marx adalah orang yang mengkaji dampak industrialisme bagi kemanusiaan. Akan tetapi jika Charles Dickens mengambil jaln fiksi, Marx mengambil jalan non-fiksi atau ilmiah. Marx bahkan melakukan penelitian langsung pada kaum buruh. Angketnya yang terkenal adalah yang pertama dilakukan sosiolog dalam meneliti kaum buruh.
Kedua, Marx juga diilhami filsafat Jerman (dialektika Hegel dan materialize Feurbach), seperti Feurbach, Marx tidak puas dengan pemikiran abstrak. Mereka meniginkan yang lebih empiris. Jika Feurbach hanya mengganti esensi agam dengan esensi manusia, Marx menambahkan bahwa esensi manusia adalah totalitas hbungan sosial. Seperti Hegel, Marx berpandangan bahwa sejarah berjalan sesuai dengan prinsip dialektika: tesis-antitesis-sintesis. Akan tetapi jika Hegel berpendapat bahwa semua tesis bersifat ide, Marx menggantinya dengan bersifat materi karena, ide terlahir akibat kondisi sosial.
Ketiga, Marx diilhami oleh sosialisme dan revolusi Prancis. Ia sangat terkesan dengan aliran sosialis Saint-Simon dari Prancis yang berkembang di Jerman. Marx kagum ketika melihat pamflet yang disebarkan oleh Saint-Simon yang berjudul “The Privileged Classes and The Working Classes” (kelas istimewa dan kelas pekerja). Lalu ia pun mulai mempelajari sosialisme Prancis sampai akhirnya ia bisa mengkritik kaum sosialis yang ia sebut “utopis”. Ia mengkritik Saint-Simon, kemudian ia mengkritik Fourier, Proudhon bahkan sosialis Inggris, seperti Robert Owen. Puncaknya ia menemukan komunis.
Revolusi besar kemanusiaan memang terjadi di Prancis, tetapi Marx adalah orang yang pertama kali mengkajinya secara analitis. Pembagian kelas dalam kejadian revolusi Prancis memang begitu kasat terlihat bagi Marx. Akan tetapi, ia kecewa dengan penyelesaian yang memenangkan kaum Borjuis dan pengakuan besar-besaran atas pemilikian pribadi. Jika dari Inggris, ia melihat revolusi industri yang menghancurkan otoritas kaum agamawan dan dari Prancis ia melihat revolusi Prancis yang menghancurkan otoritas kaum aristokrat, Marx merumuskan adanya revolusi komunis yang menghancurkan otoritas kaum Borjuis. Jadi, masyarakat komunis adalah koreksi atas masyarakat kapitalis. Cara koreksinya adalah melalui revolusi. Revolusi bagi Marx adalah periode transisi politik antara kedua masyarakat diatas. Pada periode transformasi ini, Negara adalah diktator ploretariat yang revolusioner[9].


D.     Materialisme Dialektika
Karl marx mengajukan materialisme dialektis. Teori ini berasumsi dan bertitik tolak dari materi satu-satunya realitas.[10] Dialectique, dialectica, dialectike semuanya berasal dari bahasa Latin yang dijelaskan sebagai seni berdebat dan berdiskusi, yang kemudian diturunkan sebagai kebenaran dengan jalan diskusi.
Dialektika ketika sampai di zaman Hegel dikonsepsikan bahwa dalam realitas ini tidak ada lagi bidang-bidang yang terpisah atau terisolasi. Semuanya saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran. Dalam tinjauan lain, dialektika berarti sesuatu itu hanya berlaku benar apabila dilihat dengan keseluruhan hubungan dalam relasi yang bersifat negasi-dialektis (tesa-antitesa-sintesa).
Dalam mata filsafat dialektika, terutama para penganut materialisme dialektik Marx dan Engels menganggap bahwa dalam realitas ini tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri untuk selamanya, tidak ada sesuatu yang mutlak dan suci seperti yang dimetafisikakan oleh Hegel dengan sebutan “roh absolut”. Lebih mendetail J.W. Stalin dalam Buku “Materialisme Dialektika dan Histori” menerangkan dua prinsip pokok dari dialektika Marxis. Pertama, dialektika Marxis berlawanan dengan metafisika. Dialektika Marxis tidak memandang alam sebagai suatu tumpukan segala fenomena atau tumpukan fenomena yang kebetulan saja, tidak berhubungan dan bebas satu sama lainnya. Namun semua fenomena alam sebagai realitas yang organik satu statis lainnya. Kedua, berbeda dengan metafisika, dalam konsepsi dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah satu keadaan yang statis namun realitas yang terus menerus bergerak dan berubah, rontok, mati dan tumbuh kembali. Ketiga, dialektika juga menerangkan proses perkembangan bukanlah suatu proses pertumbuhan yang sederhana, di mana perubahan – perubahan kuantitatif akan menuju perkembangan yang terbuka ke arah perubahan yang kualitatif.
Berkaitan dengan penjelasan hukum dialektika, Tan Malaka menerangkan dalam Madilog (Materialisme, dialektika, logika) dengan membedakannya dengan logika yang berisi hukum berpikir logis. Logika adalah metode berpikir untuk menetapkan suatu identitas. Dimana wilayah kerja logika adalah ketika berhadapan dengan satu persoalan yang sederhana yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Dimana logika ‘ya’ adalah ‘ya’ dan ‘ya’ adalah “bukan tidak”. Hukum keduanya tidak bisa dicampuradukkan. Hukum yang lazim dipakai logika dalam pengertian ini adalah A = A. Sedangkan A bukan non A (tidak A).
Beberapa hukum pokok dialektika juga diutarakan Tan Malaka dalam beberapa persoalan berikut contohnya dalam kehidupan sehari – hari, yaitu :
1.      Hukum dialektika selalu berkaitan dengan waktu.
2.      Hukum dialektika selalu berkaitan dengan perpaduan di luar dirinya.
3.      Hukum dialektika selalu berkaitan dengan hukum kontradiksi.
4.      Hukum dialektika selalu berkaitan dengan gerak.

E.     Materialisme Historis
Materialisme historis dipahami sebagai perluasan prinsip­-prinsip materialisme dialektik pada anahsis mengenai kehidupan masyarakat, atau pengeterapan prinsip-prinsip materialisme dialektik pada gejala kehidupan masyarakat. Bertolak dari proposisi bahwa yang terpenting dari filsafat adalah bukan hanya bongkar pasang makna tentang dunia namun bagaimana merubah kenyataan dunia, Karl Marx meneruskan konsistensi pemikirannya pada kasus hukum dialektika sejarah dalam masyarakat manusia. Dalam materialisme historis, Marx menjabarkan secara ilmiah mata rantai kelahiran, perkembangan dan kehancuran sistem masyarakat beserta kelas-kelas sosial dalam suatu kurun sejarah.
Marx menfokuskan pada tinjauan objektif atas corak produksi masyarakat sebagai struktur dasar masyarakat. Hubungan corak produksi yang melibatkan keselarasan antara aktivitas masyarakat berikut bahan-bahan dan perkakas yang ada sebagai basis material (faktor determinan) pembentuk sistem ekonomi masyarakat dan struktur sosial di dalamnya termasuk manivestasi hukum, politik, estetika dan agama. Totalitas produksi inilah yang menyusun masyarakat sekaligus menjadi landasan tempat berpijak struktur-atas politik berdixi dengan pongah. Sampai pada puncak perkembangannya, ketika suatu sistem produksi yang ada mengandung kontradiksi yang melibatkan pertentangan kekuatan-kekuatan produktif dalam masyarakat kelas tanpa modal versus kelas bermodal maka hukum sejarah berlaku dialektik. Yakni perubahan yang sesuai dialektika hukum objektif, di mana masyarakat bawah yang terperas dan terhisap akan melakukan perombakan secara revolusioner sebagai anti-tesa sistem lama menuju sistesa dalam masyarakat baru yang diperjuangkan sendiri semua kaum tertindas (proletariat).


F.         Kesimpulan
            Karl Marx merupakan seorang tokoh pemikiran yang sangat Revolusioner pada masa itu. Ia banyak melakukan kritik-kritik yang tajam berkaitan dengan masalah ekonomi dan agama. Filsafat materialiseme Karl Marx menunjukkan adanya hubungan dengan materialisme lama. Materialisme dialektis merupakan tesis yang menjelaskan adanya hubungan antara manusia dan alam. Sedangkan materialisme historis adalah tafsiran sejarah dari sudut pendekatan ekonomi. Menurut Marx, manusia hanya dapat dipahami selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah karena pada hakikatnya manusia adalah insan bersejarah. Kedua filsafat Karl Marx tersebut menekankan faktor manusia.
            Filsafat Karl Marx meruapakan  salah satu filsafat yang palling berpengaruh di dalam perkembangan sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika dengan zaman, menjadikannya pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan dan pujian atasnya. Namun, apapun tanggapan dunia terhadapnya, kehadirannya telah menggerakkan kesadaran kelompok buruh, budak dan aktivis sosialis untuk mengorganisir diri dan berjuang mewujudkan perubahan.



[1] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xi
[2] Michael H. Hart, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1992) hlm. 86-87.
[3] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xi
[4] Moeflih Hasbullah, dkk. “Filsafat Sejarah”. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2012. Hal 128
[5] Ali Maksun. “Pengantar Filsafat”. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media. 2010. Hal 153
[6] Moeflih Hasbullah, dkk. “Filsafat Sejarah”. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2012. Hal 129
[7] Amoro Achmadi. “Filsafat Umum” Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. 2010. Hal 123-124
[8] Moeflih Hasbullah, dkk. “Filsafat Sejarah”. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2012. Hal 130
[9]   Ibid. hal 131-134
[10] Ibid. hal 137

2 komentar: